Rabu, 10 November 2010

pidato obama


KUNJUNGAN PRESIDEN AS
Pidato Obama Sentilan
buat Pemimpin Nasional


KULIAH UMUM -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia, Depok, Jabar, Rabu (10/11). Obama mengatakan masih banyak yang perlu dilakukan untuk memperbaiki hubungan AS dengan muslim dunia dengan sebuah imbauan untuk menghapus "tahun-tahun tanpa kepercayaan". (AP)Kamis, 11 Nopember 2010
JAKARTA (Suara Karya): Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang menekankan pentingnya Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia merupakan sentilan kepada jajaran pemimpin nasional agar serius mengelola kemajemukan di dalam negeri. Jika tidak, sangat mungkin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terpecah-pecah seperti dialami Uni Soviet.
Demikian rangkuman pendapat Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta, Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfiz, serta Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Sjamsuddin secara terpisah di Jakarta kemarin. Mereka dimintai komentar atas pidato Presiden Obama dalam rangka kuliah umum di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jabar, Rabu.
Kuliah umum itu diikuti secara antusias oleh sekitar dua ribu sivitas akademika sejumlah perguruan tinggi di dalam negeri. Selama pidato, beberapa kali audiens bergemuruh memberi apresiasi karena Obama beberapa kali menuturkan kalimat berbahasa Indonesia sebagai ungkapan kedekatannya secara emosional dengan Indonesia. Bahkan dia juga sempat menyatakan, "Indonesia bagian dari diri saya."
Obama juga kembali mengungkapkan kenangan masa kecilnya semasa di Jakarta. "Sate ... bakso... enak, ya," ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.
Sebelum memberikan kuliah umum, Obama beserta Ibu Negara Michelle Obama mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta. Didampingi Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Yakub, Obama dan Michelle sempat mengelilingi masjid terbesar di Asia Tenggara itu. "Saya mengagumi bangunannya yang tinggi dan juga kubahnya," kata Obama.
Obama juga memuji filosofi pembangunan Istiqlal ini. Dia bahkan mengetahui arti Istiqlal. "Istiqlal berarti kemerdekaan," ujarnya.
Bagi Obama, Istiqlal yang dibangun oleh arsitek berkeyakinan Kristiani itu merupakan cerminan filosofi inklusif Indonesia, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Usai beri kuliah umum, Obama bertolak meninggalkan Indonesia dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, menggunakan pesawat kepresidenan Air Force One, sekitar pukul 10.50. Presiden Obama selanjutnya melanjutkan kunjungannya ke Seoul, Korsel, untuk menghadiri pertemuan pemimpin negara-negara Kelompok Dua Puluh (G-20), 11-13 November 2010. Kepulangan Obama dilepas Menlu Marty Natalegawa dan sejumlah pejabat tinggi militer.
Kunjungan Obama dipercepat, sehingga dia urung berziarah ke Taman Makam Pahlawan di Kalibata, Jakarta. Menurut informasi, kunjungan di Indonesia dipercepat karena debu vulkanik Gunung Merapi dikhawatirkan mengganggu pesawat Air Force One.
Bhinneka Tunggal Ika
Dalam kuliah umum, Obama menuturkan bahwa landasan Bhinneka Tunggal Ika telah berhasil menyatukan keragaman budaya maupun agama di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Bhinneka Tunggal Ika, katanya, telah mengantarkan Indonesia berhasil membangun bangsanya sendiri, sekaligus menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain.
Obama menekankan, segenap rakyat Indonesia memang berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa memandang asal masing-masing. Karena itu, dia menyatakan sangat menghargai toleransi dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Obama lalu mengenang ayah tirinya -- Lolo Soetoro -- yang pernah aktif di TNI-AD sebagai orang yang mengajarkan tentang kerukunan beragama. "Saya percaya bahwa seluruh agama patut dihormati," kata Obama menegaskan pentingnya arti kerukunan agama sebagai penunjang persatuan.
Di bagian lain, Obama mengingatkan, Indonesia masih menjadi target aksi terorisme. Karena itu, dia mengajak Indonesia untuk meningkatkan komitmen memberantas ekstremisme dan terorisme dunia.
"Beberapa kelompok terorisme masih dapat menjalankan kegiatan mereka di berbagai belahan dunia. Indonesia harus ikut berperan memberantas ekstremisme serta terorisme ini. Sebab, selain warga Amerika, Indonesia juga menjadi sasaran terorisme," kata Obama.
Namun, menurut dia, AS tidak akan pernah berperang melawan Islam. "Di sisi lain, AS harus menghancurkan Al Qaida dan jaringannya yang tidak berhak mewakili agama besar seperti Islam," katanya.
Menurut Obama, itu bukan tugas AS saja. "Di sini, di Indonesia, Anda telah melakukan kemajuan dalam memberantas terorisme dan memerangi kaum ekstremis," katanya.
Di Afganistan, kata Obama, AS dan koalisi negara-negara sekutunya terus bekerja membangun kapasitas Pemerintah Afganistan. AS dan negara-negara sekutunya juga memiliki misi yang sama, yaitu membangun perdamaian di Afganistan. "Tak ada tempat bagi kaum ekstremis dan teroris di Afganistan," ujarnya.
Secara umum, pidato Obama memaparkan masalah pembangunan, demokrasi, juga ancaman terorisme. Secara umum pula, audiensi mengaku terkesan oleh pidato Obama ini. Mereka menilai, pidato Obama sangat menarik dan mencerahkan.
Namun, bagi Arif Budimanta, Irgan Chairul Mahfiz, dan Din Sjamsuddin, pidato Obama merupakan isyarat sekaligus sentilan bagi jajaran pemimpin nasional agar serius mengelola kemajemukan bangsa. Obama, menurut mereka, memang memuji landasan Bhinneka Tunggal Ika sebagai kekuatan yang telah berhasil menyatukan keragaman budaya dan agama di Indonesia. Tapi, secara tidak langsung, Obama juga menyatakan bahwa kemajemukan budaya dan agama -- jika gagal dikelola secara baik dan bijak -- bisa menghancurkan kesatuan dan persatuan bangsa.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan bahwa kedatangan Obama ke Indonesia hanya membawa kesepakatan umum. "Tidak ada kesepakatan yang bersifat khusus," katanya.
Seharusnya, menurut Pramono, kesepakatan RI-AS yang tertuang dalam konsep kerja sama kemitraan komprehensif itu mengarah hal khusus, semisal soal investasi. Obama, katanya, seharusnya berkomitmen mendorong AS menjadi investor nomor satu dari posisi saat ini. Kalau dilakukan, niscaya itu membawa dampak langsung bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, Pramono mengaku melihat kedatangan Obama sebagai spirit demokrasi, pembangunan, kesetaraan. "Obama, misalnya, meminta AS jangan dipandang sebagai musuh Islam," katanya.
Pramono menilai, kedatangan Obama ke Indonesia mengusung semangat global. "Secara pribadi, Obama tidak bisa dipisahkan sebagai Presiden AS. Karena itu, jangan berharap kerja sama RI-AS dilandasi historis dia yang empat tahun pernah tinggal di Indonesia," ujarnya.
Kedatangan Obama juga sama sekali tidak bicara soal yang berkaitan dengan teknis seperti harapan publik, misalnya Obama membicarakan soal perusahan asal AS di Indonesia yang belum tuntas terselesaikan, seperti eksploitasi tambang emas oleh PT Freeport ataupun penguasaan tambang minyak Blok Cepu oleh ExxoMobil. Seharusnya, kata Pramono, isu-isu itu menjadi pembicaraan di tingkat tim teknis oleh menteri-menteri.
Wakil Ketua DPR Lukman Hakim Saifuddin juga berharap Obama lebih konkret dan merealisasikan komitmen yang dia sampaikan kepada Presiden Yudhoyono sekembali kerja di Gedung Putih. "Seharusnya Obama mengutarakan sikap konkret untuk tidak mencampuri urusan Palestina," ujar Lukman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar