Sabtu, 31 Maret 2012

BBM batal naik

JAKARTA, FAJAR -- Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tampaknya sulit dinaikkan sesuai rencana 1 April 2011. Sebab, perkembangan terbaru dalam sidang paripurna, malam tadi pukul 00.00, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB sudah satu suara.
Mereka mengusulkan syarat kenaikan harga BBM ketika harga minyak mentah Indonesia (ICP) naik 15 persen dari asumsi harga ICP sebesar USD 105 per barel. Harga ini merujuk pada harga enam bulan terakhir.

Dengan demikian, jika harga minyak dalam enam bulan terakhir mencapai USD 120,75 per barel, pemerintah sudah berwenang menaikkan harga BBM. Padahal per Maret ini, posisi ICP rata-rata enam bulan baru USD 113,75 per barel.

Sedangkan FPKS (yang semula mendukung kenaikan dengan syarat harga ICP naik 20 persen dari rata-rata 3 bulan), bergabung dengan kelompok Fraksi PDIP, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Hanura. Mereka tegas menolak memberi kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM.

Sebelum pemungutan suara (voting), agenda pengesahan RAPBN Perubahan 2012 kemarin ditempuh dengan lobi yang berlarut-larut. Forum lobi yang dibuka mulai pukul 16.30 tersebut ditempuh setelah fraksi-fraksi koalisi pemerintahan menyampaikan variasi usul yang cukup beragam dalam klausul pasal 7 ayat 6a.

Pasal tersebut memuat klausul persyaratan pemberian kewenangan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Sedangkan tiga fraksi oposisi, yakni FPDIP, Fraksi Gerindra, dan Fraksi Hanura, tegas menolak dimasukkannya tambahan ayat tersebut.

Legislator Fraksi PDIP Maruarar Sirait mengatakan, ayat tambahan tersebut hanya siasat untuk tetap menaikkan harga BBM. "Itu pasal siluman," kata Maruarar. Menurut dia, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sepanjang Maret telah mencapai USD 126 per barel. Karena itu, dengan deviasi 20 persen sekalipun, pemerintah masih bisa menaikkan harga BBM. Asumsi ICP dalam RAPBNP 2012 ditetapkan USD 105 per barel.

Sebelum forum lobi dibuka, fraksi koalisi pendukung pemerintah masih memiliki banyak varian usul terkait dengan deviasi harga ICP yang menjadi syarat menaikkan harga BBM bersubsidi. Fraksi Partai Demokrat (FPD) masih tetap berpegang pada kesepakatan di Banggar DPR, yakni jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam sebulan terakhir meleset 5 persen dari asumsi, pemerintah berwenang menyesuaikan harga BBM.

Sementara itu, Fraksi Partai Golkar (FPG) menginginkan persentasenya lebih ketat, yakni 15 persen, dengan pertimbangan rata-rata rentang harga ICP dalam enam bulan terakhir. FPKS meminta rentang lebih ketat lagi, yakni deviasi 20 persen dengan rentang rata-rata harga 3 bulan. Namun, sekitar pukul 23.30, FPKS berubah sikap dengan menolak kenaikan harga BBM. Sedangkan FPPP mengusulkan 10 persen, FPAN 15 persen, dan FPKB 17,5 persen. Ketiganya menggunakan rentang waktu rata-rata ICP dalam sebulan terakhir.

Ambang batas persentase diskresi sangat menentukan boleh tidaknya pemerintah menaikkan harga BBM. Dengan asumsi ICP USD 105 per barel, jika menggunakan versi FPD, pemerintah sudah bisa menaikkan harga BBM. Sebab, harga ICP rata-rata Maret sudah menembus USD 126 per barel dan pada Februari USD 122 per barel. Jika hitungan FPG yang menggunakan rentang rata-rata harga ICP enam bulan, posisi harga minyak mentah baru USD 116 per barel. Dengan diskresi 15 persen, pemerintah belum bisa menaikkan harga BBM.

Alotnya pembahasan di rapat paripurna sudah tecermin dalam rapat pada tingkat pertama di Banggar DPR dengan pemerintah yang dimulai Kamis (29/3) pukul 22.30 dan rampung Jumat (30/3) pukul 05.00. Rapat mulai memanas setelah tim perumus menyampaikan hasil pembahasan yang dibacakan legislator dari FPKS Eki Awal Muharam.

FPKS tiba-tiba memasukkan klausul baru dalam pasal 7 ayat 6a yang memberikan diskresi atau keleluasaan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan syarat tertentu. Dalam rapat tim perumus, FPKS masih satu suara dengan FPD, FPG, FPPP, FPAN, dan FPKB.

Dalam kesepakatan sebelumnya, diskresi diberikan jika harga ICP meleset 5 persen jika dibandingkan dengan asumsi dalam APBNP sebesar USD 105 per barel dengan rentang waktu 30 hari terakhir. Namun, FPKS mengubah usulnya menjadi lebih ketat, yakni 20 persen dengan rentang 90 hari.

Sikap FPKS yang dibacakan Eki tersebut langsung diprotes sejumlah anggota fraksi lainnya, terutama dari partai koalisi. Menkeu Agus Martowardojo juga berang dengan sikap fraksi yang menyebut dirinya "partai dakwah" itu. Sebab, FPKS dianggap telah mengubah hasil asli pembahasan dari tim perumus. "Ini menurut saya, secara etika tidak baik," kata Agus. Dinilai tidak etis, FPKS balik menyerang Menkeu.

Eki meminta Menkeu mencabut pernyataannya. Namun, Menkeu tetap tidak mau menarik perkataannya dan tetap menyebut FPKS tidak memiliki etika. Banggar akhirnya sepakat untuk memurnikan hasil pembahasan di tim perumus dengan tidak mengindahkan perubahan sikap FPKS. Usul FPKS tetap dimasukkan ke opsi, namun dianggap baru disampaikan dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat pertama.

Selain Fraksi Hanura, rupanya Fraksi PDI Perjuangan juga meninggalkan ruang sidang paripurna. Mereka merasa forum sidang paripurna sudah tidak lagi mendapat legitimasi.

"Kami akanmeninggalkan ruang sidang ini. Kami minta maaf pada rakyat," kata politisi PDIP, Bambang Woeryanto.

Berbeda dengan PDIP, Fraksi Gerindra memilih bertahan di ruang sidang. Meski mereka juga menolak kenaikan BBM.

"Kami akan tetap bertahan hingga akhir sidang," ucap Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani.

Hal yang sama juga dilakukan PKS. "Kami memilih bertahan untuk menolak kenaikan harga BBM," kata ketua Fraksi PKS, Mustafa Kamal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar